>

Senin, 30 Mei 2016

JOHN LIE PAHLAWAN NASIONAL PERTAMA BERETNIS TIONGHOA



Profil Tokoh :

John Lie bernama lengkap John Lie Tjeng Tjoan atau biasanya ia lebih dikenal sebagai Jahja Daniel Dharma. Ia lahir di Manado, Sulawesi Utara pada 9 Maret 1911. Ia adalah seorang Laksamana Muda TNI Angkatan Laut dan ia adalah seorang Pahlawan Nasional pertama yang beretnis Tionghoa dan ia juga mendapat julukan "A Soldier With Bible", karena ia sangat religius dan selalu membawa Alkitab kemana pun ia ditugaskan.

Ia memiliki peran penting saat Perang Dunia II berakhir dan pada masa Indonesia Merdeka, dia memutuskan untuk bergabung dengan Kesatuan Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS) sebelum ia diterima di Angkatan Laut RI. Karena ia dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, maka tak membutuhkan waktu yang lama baginya untuk naik pangkat menjadi seorang Mayor dan diberi misi untuk menembus blokade Belanda.untuk menyelundupkan senjata, bahan pangan, dan lainnya.

Perjuangan John Lie tidaklah ringan, karena ia harus menghindari patroli Belanda dan menghadang gelombang samudera yang besar untuk ukuran kapal yang digunakan olehnya. Dalam melakukan tugasnya, John Lie menggunakan kapal kecil yang cepat yang diberi nama The Outlaw.

Pada tahun 1950 ketika dirinya berada di Bangkok, ia dipanggil pulang ke Surabaya oleh KSAL Subiyakto dan ditugaskan menjadi komandan kapal perang Rajawali. John Lie juga memiliki andil dalam penumpasan RMS (Republik Maluku Selatan) di Maluku. Kemudian pada tahun 1966 tepatnya pada bulan Desember, John Lie mengakhiri pengabdiannya sebagai TNI Angkatan Laut dengan pangkat terakhir Laksamana Muda.

Karena kesibukannya dalam masa perjuangan Indonesia, John Lie baru menikah di usia yang sudah tidak muda lagi yaitu 45 tahun dengan Pdt. Margaretha Dharma Angkuw. Pada 30 Agustus 1966, John Lie mengganti namanya menjadi Jahja Daniel Dharma.

Pada tanggal 27 Agustus 1988 ia dipanggil Tuhan untuk beristirahat dengan tenang pada usianya yang ke 77 tahun karena stroke, dan ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

Atas segala jasa dan pengabdian yang telah dilakukan olehnya pada negara, pada tanggal 10 November 1995 ia dianugerahi Bintang Mahaputera Utama oleh Presiden Soeharto, serta pada tanggal 9 November 2009 ia mendapat dua gelar dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yaitu Bintang Mahaputera Adipradana dan gelar Pahlawan Nasional Indonesia.


Pendapat Kelompok :
Perjuangan yang dilakukan oleh John Lie patut diberi apresiasi karena jasanya dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Karena jarang sekali ada seorang tokoh beretnik Tionghoa yang memiliki peran penting dalam sejarah Indonesia.

Selain itu jarang sekali ditemukan seorang tokoh beretnis Tionghoa yang berprofesi sebagai TNI Angkatan Laut apalagi sampai ia memiliki pangkat yang tinggi yaitu Laksamana Muda. Karena yang biasanya kita ketahui etnis Tionghoa lebih identik dengan perdagangan dan lebih dikenal ahli dalam berdagang.

Sebagai warga Tionghoa, kita harus dapat mempertahankan nilai-nilai dari John Lie, seperti misalnya ia lebih mementingkan urusan masyarakat banyak dibandingkan dengan urusan pribadinya, buktinya ia rela menikah saat usianya 45 tahun.


Kenapa John Lie kurang dikenal?

Menurut kami ada banyak faktor yang menyebabkan mengapa John Lie kurang dikenal oleh masyarakat. Seperti kurangnya pengetahuan akan sejarah bangsa Indonesia, hal ini dapat dibuktikan dari kurangnya membaca buku dan tidak mau memperdalam sejarah bangsa Indonesia. Sehingga tentu saja hal tersebut akan menghambat pengetahuan mereka dalam mengenal pahlawan-pahlawan yang pernah ikut serta dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia.

Senin, 16 Mei 2016

Diskusi Kelompok

SOAL

1. Apa persamaan dan perbedaan dari agama Tao, Buddha, dan Kong Hu Cu?
2. Mengapa agama Kong Hu Cu dan Buddha identik dengan  orang Tionghoa?
3. Perlukah Kong Hu Cu menjadi agama? Berikan alasan!


JAWABAN

1. Menurut kelompok kami, persamaan dan perbedaan dari agama Tao, Buddha, dan Kong Hu Cu yaitu,
  • Persamaan
Ketiga agama tersebut bersarasal dari Timur dan lebih dipengaruhi oleh budaya dari Timur. Pada dasarnya ketiga agama tersebut sama, ketiganya tidak menekankan hanya pada satu Tuhan sebagai pribadi, tetapi Tuhan dalam ketiga agama tersebut disebut dengan Cosmos yang berarti Alam Semesta. Jadi ketiga agama yang telah disebutkan lebih berfokus pada bersatu dengan alam semesta, sehingga baik agama Tao, Buddha maupun Kong Hu Cu banyak melakukan persembahan dan ritual keagamaan sesuai kepercayaan yang mereka miliki.

  • Perbedaan
Dalam pengajarannya, ketiga agama ini menggunakan caranya masing-masing. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari kitab suci, tempat ibadah, pengikut, nilai yang diajarkan, dan tujuan hidup. Misalkan dalam segi kitab suci yang digunakan, Tao menggunakan Daodejing, Buddha menggunakan Tripitaka, dan Kong Hu Cu menggunakan Si Shu dan Wu Jing. Ada lagi dalam segi tmpat ibadah, Tao beribadah di Klenteng, Buddha di Vihara, dan Kong Hu Cu di Litang. Nilai dan tujuan hidup yang diajarkan pun berbeda satu sama lain. Tetapi pada dasarnya tujuan hidup dari semua agama adalah sama yaitu memperoleh hidup yang tenang dan damai di surga, namun praktek untuk mengamalkan perbuatannya saja yang berbeda-beda antara satu sama lain.


2. Menurut kelompok kami Kong Hu Cu dan Buddha identik dengan orang Tionghoa karena persebaran agama tersebut sebagian besar berasal dari Timur, sehingga agama ini agama ini lebih banyak dipengaruhi oleh budaya Timur. Baik dalam ritual maupun upacara-upacara penting lainnya kebanyakan hampir sama dengan tradisi yang dilakukan oleh orang Tiongkok pada masa itu. Karena orang Tionghoa adalah sebutan bagi orang Tiongkok yang sudah berbaur dengan masyarakat yang ada di tanah air Indonesia, maka seringkali agama Kong Hu Cu dan Buddha dikatakan identik dengan orang Tionghoa, disamping itu, penganut kedua agama ini di Indonesia mayoritas adalah orang Tionghoa.


3. Menurut kelompok kami Kong Hu Cu perlu menjadi agama. Karena agama tersebu sudah memenuhi syarat-syarat untuk menjadi sebuah agama di Indonesia. Syarat-syarat itu adalah memiliki Tuhan yang disembah, memiliki Kitab Suci, memiliki tempat ibadah, memiliki pengikut, memiliki nilai ajaran yang baik dan benar, serta memiliki tujuan yang jelas. Menurut kelompok kami, keenam syarat ini telah dimiliki oleh Kong Hu Cu, sehingga sudah seharusnya Kong Hu Cu mendapat pengakuan untuk menjadi agama resmi di Indonesia bahkan menjadi salah satu agama resmi di dunia.

Senin, 02 Mei 2016

RESENSI FILM NGENEST



Judul : Ngenest (2015)
Film Tayang : 30 Desember 2015
Genre : Komedi, Drama
Penulis Naskah : Ernest Prakarsa
Sutradara : Ernest Prakarsa
Produser : Chand Parwez Servia, Fiaz Servia
Produksi : Starvision Plus
Rating : Remaja (R-13+)
Pemain : Ernest Prakarsa, Kevin Anggara, Morgan Oey, Brandon Nicholas Salim, Lala Karmela, Marvel, Winson, Ardit Erwanda, Fico Fachriza, Bakriyadi Arifin, Amel Carla, Ferry Salim, Olga Lydia, Arie Kriting, Lolox, Angie Ang, Ge Pamungkas, Muhadkly Acho, Awwe, Chika Jessica dll.





Film ini menceritakan tentang seorang pria keturunan Tionghoa yang selalu dibully oleh teman-temannya. Ernest (Kevin Anggara/Ernest Prakarsa) tak bisa memilih bagaimana dia dilahirkan. Tapi nasib yang menentukan, dia terlahir di sebuah keluarga Tiongkok. Tumbuh besar di masa Orde Baru, dimasa diskriminasi terhadap etris Tiongkok masih begitu kental.

Bullying menjadi makanan sehari-hari, selain itu dia juga berupaya berbaur dengan teman-teman pribuminya meskipun ditentang oleh sahabat karibnya, Patrick (Brandon Salim/Morgan Oey). Sayangnya, berbagai upaya yang dia lakukan tidak juga berhasil, hingga Ernest sampai pada kesimpulan bahwa cara terbaik untuk membaur dengan sempurna adalah dengan menikahi seorang perempuan pribumi.

Saat kuliah di Bandung, Ernest pun berkenalan dengan Meira (Lala Karmela). Meski melalui tentangan dari Papa Meira (Budi Dalton), tapi akhirnya mereka berpacaran. Tak lama akhirnya mereka menikah dengan adat Tiongkok demi membahagiakan Papa dan Mama Ernest (Ferry Salim dan Olga Lidya).

Namun, meski telah menikah dengan perempuan pribumi, ternyata tak menyelesaikan pergumulan Ernest. Dia justru dirundung ketakutan, bagaimana jika kelak anaknya terlahir dengan penampilan fisik persis dirinya ? Lalu mengalami derita bullying persis dirinya ? Ketakutan ini membuat Ernest menunda-nunda untuk memiliki anak.

Film Ngenest : kadang hidup perlu ditertawakan merupakan film pertama Ernest Prakasa. Ia mengawali karirnya sebagai stand-up comedian dan penulis, seperti halnya Raditya Dika. Namun, film ini berbeda dengan film Radittya Dika yang biasanya lebih menceritakan tentang  masalah percintaan atau mencari jodoh. Film garapan Ernest Prakasa ini lebih menarik karena mengangkat tentang masalah sosial yang terjadi.

Film Ngenest bisa dibilang merupakan curahan hati Ernest karena ia sering mendapat perlakuan tidak adil sejak ia lahir, karena dia terlahir sebagai etnis Tionghoa.

Film ini banyak menampilkan fakta-fakta yang sering terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Mulai dari cara mengejek, baik mengejek secara fisik, sikap, dan kepercayaan yang dianut oleh etnis Tionghoa. Dengan kata lain, sebenarnya film ini diputar untuk menyentil secara halus orang-orang yang masih berperilaku demikian, tanpa menyinggung perasaan mereka.

Bila dilihat dari alur atau plot yang digunakan, film Ngenest menggunakan alur maju yang memiliki awalan dan akhiran yang sangat berirama atau selaras. Sehingga film ini mudah untuk dimengerti oleh para penikmat film yang menonton.

Akting yang ditampilkan oleh para pemain pun cukup baik. Adanya chemistry antara Ernest dan Lala membuat film ini semakin menarik, dan yang tak disangka adalah kemapuan akting Morgan yang dapat melucu, serta didukung oleh kelucuan para komika.

Sudah saatnya wawasan masyarakat Indonesia terbuka. Karena baik warga Pribumi maupun warga Tionghoa semuanya adalah warga negara Indonesia, sehingga tidak perlu membeda-bedakan secara SARA. Karena kita semua tidak ada bedanya dimata sang pencipta kita yaitu Tuhan Yang Maha Esa.

Singkatnya, film Ngenest ini berhasil mengangkat masalah sosial yang terjadi di masyarakat, dengan adanya bumbu komedi yang dapat mengocok perut, maka film ini menjadi salah satu tontonan yang wajib untuk dilihat.