>

Selasa, 05 April 2016

RESENSI TRAGEDI JAKARTA 1998



Resensi Tragedi Jakarta 1998



  

Judul : Tragedi Jakarta 1998 (Gerakan Mahasiswa Indonesia)
Produksi : Media Sindikasi                                                                               
Sutradara : Tino Saroenggalo

Menjelang jatuhnya Soeharto, Jakarta diwarnai merah darah mahasiswa. Tanggal 12 Mei 1998 beberapa Mahasiswa Universitas Trisakti menjadi korban penembakan aparat. Dimana hal tersebut memicu timbulnya gelombang kerusuhan yang memakan ratusan nyawa. Kondisi negara menjadi tidak stabil dan timbul “Gonjang-Ganjing” yang berakhir pada lengsernya presiden kedua Indonesia, yaitu Soeharto. Setelah Soeharto lengser, ia digantikan oleh Habibie, dari sinilah babak baru sejarah yang dikenal dengan sebutan “Reformasi” dimulai.

Namun, Habibie yang saat itu menggantikan Soeharto untuk menjadi presiden RI, dianggap sebagai krooni dari Orde Baru, sehingga gelombang demonstrasi masih terus berlanjut. Mahasiswa menolak Habibie sebagai preseden RI. Puncak dari ketegangan yang terjadi adalah pada saat siding istimewa MPR berlangsung. Pada saat itu, mahasiswa terus menembus batas perlindungan MPR yang telah ditetapkan. Sehingga bentrok antara mahasiswa dan aparat militer terus memakan korban. Bahkan, tak sedikit mahasiswa yang gugur karena menjadi korban tajamnya peluru aparat keamanan yang ada.

Merasa tak puas, mahasiswa terus turun ke jalan, untuk menyerukan suaranya agar pemerintah mengadili Soeharto beserta kroninya, yang telah merugikan bangsa Indonesia. Kerusuhan-kerusuhan dan bentrokan-bentrokan yang memakan korban jiwa terus terjadi antara mahasiswa dan aparat keamanan, bahkan mahasiswa dianggap sebagai musuh negara yang sulit untuk dijinakkan. Hingga pada tanggal 17 Desember 1998, tragedy yang telah banyak menelan korban jiwa bahkan meresahkan warga berakhir.

Film documenter ini lebih banyak menceritakan tragedy kerusuhan di Jakarta pada tahun 1998 secara kronologis. Mulai dari peristiwa penembakan mahasiswa yang terjadi di Trisakti, lengsernya Soeharto, hingga tragedy Semanggi dan siding istimewa MPR.

Bahasa dari segi gambar film documenter yang pernah menjuarai  ASIA FASIFIC FILM FESTIVAL terbilang bagus, karena mudah untuk dimengerti. Tetapi pernyataan dari narasumber-narasumber yang ada kurang jelas dan mendalam terhadap tema. Karena pembuat film hanya menyorot pada sudut pandang mahasiswa, sedangkan ia tak menampilkan sudut pandang dari aparat militer yang ada pada saat itu.

Film ini dapat menjawab rasa keingintahuan dari penonton yang ingin mencari tahu tentang hal-hal yang terjadi selama kerusuhan tahun 1998 terjadi. Mulai dari awal terjadinya kerusuhan, puncak kerusuhan, hingga berakhirnya kerusuhan tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar